”Setelah menyimpulkan bahwa manusia berevolusi dari makhuk hidup mirip kera, ilmuwan termasyhur Charles Darwin lalu mulai mencari fosil-fosil yang mendukung argumentasinya. Sejumlah evolusionis bahkan percaya bahwa makhluk ‘separuh manusia separuh kera’ tidak hanya ditemukan dalam bentuk fosil, tetapi juga dalam keadaan masih hidup diberbagai tempat di bumi.
“Pada awal abad ke 20, pencarian ‘mata rantai transisi manusia yang masih hidup’ ini menghasilkan sejumlah peristiwayang mengenaskan. Yang paling tidak berkeprimanusiaan diantaranya adalah yang menimpa seorang Pigmi (suku di Afrika Tengah dengan tinggi badan kurang dari 127 cm.) bernama Otta Benga.
“Otta benga ditangkap pada 1904 oleh seorang peneliti evolusionis kongo, Afrika. Ditinjau dari aspek bahasa, Otta Benga berarti ‘teman’. Dia memiliki seorang istri dan dua orang anak. Dengan cara dirantai dan ditempatkan dalam kurungan, Otta Benga dibawa ke Amerika Serikat. Di sana, para ilmuan evolusionis memamerkannya dihadapan khalayak ramai pada Pekan Raya Dunia di St. Louis bersama spesies kera lain dan diperkenalkan sebagai ‘mata rantai transisi terdekat manusia’
“Dua puluh tahun kemudian, Otta Benga dibawa ke Kebun Binatang Bronx di New York, dipamerkan dan dikategorikan dalam kelompok ‘nenek moyangnya manusia’ bersama beberapa simpanse, gorilla bernama Dinah, dan orang utan bernama Dohung. Dr. William T. Hornaday, seorang evolusionis dan direktur kebun binatang tersebut, member sambutan panjang lebar tentang betapa bangganya dia mempunyai ‘makhluk transisi’ yang luar biasa. Otta Benga ditempatkan dalam kandang bagai seekor binatang. Setelah tidak tahan dengan perlakuan yang diterimanya, Otta Benga akhirnya bunuh diri.” (HarunYahya.Com)
Begitu kejamnya ilmuan yang ambisius. Begitu banyak orang muak dengan perilaku para evolusionis Barat yang kadang dihargai dan disanjung sebagai cendikiawan dan intelektual.
Post a Comment