Di kampus-kampus, beragam pemikiran berkembang. Ada pemikiran yang sesuai dengan fikrah Islamiyah, ada pula yang tidak. Di sanalah tempat para generasi muda yang kelak akan menjadi pemimpin dan memimpin negara ini. Membawa negara ini dengan seperangkat peraturan hidup. Apakah peraturan hidup itu berbentuk sistem kehidupan kapitalisme, sosialisme, ataukah sistem kehidupan Islam, semuanya bergantung dari masifnya pergolakan pemikiran yang dilakukan oleh mahasiswa di kampus-kampus.
Mahasiswa di kampus tidak hanya dididik didalam sebuah institusi pendidikan yang dikurikulumkan saja, tetapi juga dididik oleh lingkungan kampus yang bercorak dan beragam pemikiran. Ada pemikiran yang memberi petunjuk, ada pula pemikiran yang menyesatkan. Ada pemikiran yang menggugah untuk membela syariah Allah, ada pula pemikiran yang menggugah untuk menentang syariah Allah. Kesemuaanya lengkap ada di dunia kampus. Dunia intelektual yang akan membawa misi ideologi untuk mengatur kehidupan manusia.
Di Perguruan Tinggilah para pemimpin negara ini dibentuk. Penguasa yang saat ini menjadi pemimpin umat dipengaruhi oleh cara berfikirnya saat menjadi mahasiswa. Beberapa fakta yang mendukung hal ini ialah ketika beberapa perguruan tinggi di negara kita berkiblat kepada Barat, ketika pelatihan-pelatihan leadership mengadopsi kepemimpinan model Barat, ketika penyelesaian kasus-kasus kenegaraan melihat cara berdemokrasinya Barat, dan contoh-contoh lainnya yang sangat melimpah. Fakta-fakta tersebut sudah membuktikan bahwa cara berfikir pemimpin negara ini belum menyentuh cara berfikir secara Islam. Mereka belum percaya diri untuk mencontoh metode syariah dalam mengatur hal pendidikan, leadership, kenegaraan dan lain sebagainya. Mereka belum mau menyentuh metode tersebut karena memang sejak dini mereka didoktrin untuk menerapkan paham sekularisme yang memisahkan antara agama dan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Pergolakan pemikiran di kampus-kampus memerlukan penanganan yang serius. Pergolakan pemikiran tidak bisa dianggap sebelah mata, karena perguruan tinggilah yang mencetak para pemimpin negara ini. Adanya mahasiswa pejuang demokrasi, mahasiswa nasionalis, mahasiswa sosialis, mahasiswa liberalis, semuanya terjadi karena negara membiarkan semua ideologi asing masuk ke tengah-tengah umat. Demokrasi dipelajari di sekolah-sekolah menengah, sehingga ketika mereka menjadi mahasiswa, dan bertemu dengan komunitas yang memperjuangkan demokrasi, tidak sedikit mereka yang tanpa pikir panjang bergabung dengan komunitas tersebut. Malasnya sebagian mahasiswa baru untuk mempelajari ideologi, mana ideologi yang menyesatkan dan mana ideologi yang menyelamatkan, menjadikan ideologi kufur yang mereka telan mentah-mentah di bangku-bangku sekolah untuk diperjuangkan olehnya. Yang menyedihkan adalah ketika mahasiswa yang ikut memperjuangkan pemikiran asing ini adalah mahasiswa yang mengaku dirinya sebagai mahasiswa Islam.
Mahasiswa sebagai kaum intelektual semestinya memahami apakah ilmu-ilmu umum yang diterima di sekolah menengah sesuai dengan Islam ataukah tidak. Dari mana asalnya demokrasi, nasionalisme dan patriotisme, dan apa tujuannya haruslah dipahami olehnya. Sebagian dari mereka tidak menyadari ketika ideologi yang mereka perjuangkan adalah ideologi para penjajah yang siap mencengkeram umat Islam di negara ini. Ideologi yang pernah menghancurkan institusi Daulah Utsmaniyah tahun 1924. Namun kesadaran sebagian mahasiswa untuk menelusuri sejarah dan fakta akan ideologi penjajah tersebut sangat rendah. Mereka menelan mentah-mentah ideologi asing itu untuk mereka taati dan mereka perjuangkan. Mereka sudah menjadi korban dari racun yang dihembuskan Barat dengan doktrin-doktrin yang mereka terima sejak duduk di sekolah-sekolah umum. Sebagian mahasiswa sekarang tidak melihat bahwa ideologi yang ditawarkan kepada mereka berasal dari Barat yang telah merusak tatanan kehidupan dunia. Mereka tidak melihat bahwa ideologi yang ditawarkan kepada mereka adalah senjata untuk menghabisi syariah Islam. Mahasiswa pemalas itu tidak tahu atau mungkin pura-pura tidak tahu bahwa yang menawarkan ideologi itu saat ini masih berlumuran darah saudaranya yang dibunuh di Palestina, Afganistan, Irak dan negeri muslim lainnya. Akankah generasi muda umat ini akan terus dalam keadaan demikian?
Ketika sebuah ideologi asing diperjuangkan oleh mahasiswa nasionalis, dan mampu menjaring ribuan mahasiswa, apakah tidak mungkin ketika mahasiswa Islam yang memperjuangkan syariah menjaring bilyunan mahasiswa untuk menghabisi ideologi asing tersebut dan menegakkan opini syariah di tengah-tengah umat? Bukankah pertolongan Allah amat dekat?
Mahasiswa memiliki lembaga yang mampu menggiring opini seluruh mahasiswa di kampusnya masing-masing dengan barisan yang teroganisir dengan baik. Kekuatan lembaga dakwah kampus (LDK) harus mampu mengimbangi dan membendung arus ideologi asing yang akan memakan korban mahasiswa-mahasiswa di kampusnya, khususnya mahasiswa baru. LDK perlu mengadakan sosialisasi dan opini mengenai pentingnya syariah untuk mengatur kehidupan barmasyarakat dan bernegara. Para aktivis dakwah LDK tidak hanya berhenti pada aktivitas-aktivitas menebar opini publik, tetapi juga harus selalu terdepan dalam memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi oleh lingkungan kampus maupun situasi politik kenegaraan, menantang dan siap untuk menerima tantangan intelektual dengan bekal argumen yang kuat terhadap lembaga yang di dalam perjuangannya hendak menghabisi syariah.
Setiap aktivis dakwah juga harus selalu terjaga tsaqafahnya agar tidak mudah digoncang, adanya integritas dan kesatuan antara kata dan perbuatan pada diri aktivis dakwah dan harus mampu menjadi teladan bagi mahasiswa lain. Pembinaan intensif LDK harus selalu terjaga dengan baik dan administrasi LDK harus tertata dengan rapi. Misi dakwah bukanlah misi main-main untuk sekedar mengisi waktu luang. Kesunggguhan dakwah dinilai dari perencanaan dan strategi dakwah yang matang. LDK atau bahkan individu sekalipun yang tidak memiliki strategi dakwah yang matang patut dipertanyakan kesungguhannya dalam berdakwah.
Aset lain yang mendukung mahasiswa untuk menjaring bilyunan mahasiswa untuk mendukung tegaknya syariah ialah aqidah Islam mahasiswa yang telah tertanam sejak dulu. Kekuatan aqidahlah aset berharga untuk mendobrak kesadaran akan konsekuensi iman, yakni penerimaan akan ide-ide syariah untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Aqidah yang ada pada sebagian besar mahasiswa di Indonesia adalah aqidah Islamiyah. Hanya saja aqidah tersebut sedang terjangkiti virus-virus penjajah yang telah lama bercokol didalam dirinya. Ketika aqidah sebagai pondasi dasar dari syariah mulai dimunculkan ke permukaan dan mampu membantah ideologi para penjajah secara cemerlang, maka para mahasiswa intelektual akan mudah sekali untuk menerima syariah dan pada akhirnya akan ikut bersama memperjuangkannya. Mereka akan dengan mudah menilai mana yang haq dan mana yang batil. Mereka juga akan menilai bahwa lelahnya mahasiswa pejuang syariah, sama dengan lelahnya mahasiswa pejuang pluralisme, pejuang demokrasi, pejuang HAM dan lain sebagainya.
Namun ada nilai yang berbeda dibalik itu semua. Mahasiswa pejuang syariah memperjuangkan apa yang diturunkan oleh Allah. Sedangkan mahasiswa yang berjuang untuk pluralisme, demokrasi, HAM dan lain sebagainya, tidak lain adalah upaya menghabisi syariah Allah dengan cara mengganti aturan Allah dengan aturan yang dibuat oleh para penjajah. [Y-A]
Post a Comment