Allah SWT berfirman: “…dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan…” (QS.2:195). Pada surah an-Nisa’ (4) ayat 119 Allah SWT berfirman: “Danaku (setan) benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak)…, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah). Dan barangsiapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.”
Allah SWT juga berfirman: “Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan” (QS.2:205). Dalam hadis juga terdapat karangan serupa, antara lain dari Ibnu Mas’ud RA yang berkata: “Kami berperang bersama-sama dengan Nabi, sedang kami tidak membawa istri, maka kami bertanya: ‘Hai Rasulullah, bolehkah kami mengebiri?’ Maka Rasulullah SAW melarang kami melakukannya” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Pada kesempatan lain Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah termasuk golongan kami (umat Islam) orang yang mengebiri orang lain atau mengebiri dirinya sendiri” (HR. Tabrani).
Ulama berpendapat bahwa alasan jumlah anak yang dimiliki telah sampai pada jumlah yang dianjurkan dalam program KB tidak cukup kuat untuk membenarkan pelaksanaan vasektomi dan tubektomi. Tidak mustahil seseorang merasakan adanya kebutuhan untuk memperoleh anak kembali karena alasan-alasan tertentu. Ulama berpendapat ada keadaan-keadaan darurat tertentu yang membenarkan seseorang melakukan operasi vasektomi dan tubektomi. Dalam hal ini berlaku hukum darurat. Kaidah fikih mengatakan: “Keadaan darurat memperkenankan suatu yang sebenamya dilarang”. Namun, ulama berbeda pendapat tentang ukuran daruratnya suatu keadaan jika yang bersangkutan dihadapkan pada pilihan tunggal, yaitu bahwa hanya dengan cara ini lamatan ibu akan terjamin (misalnya menurut perhitungan medis ibu akan meninggal apabila melahirkan kembali), maka ulama sepakat mengatakani bahwa ia diperkenankan melakukan operasi tubektomi. Akan tetapi, ulama berbeda pendapat dalam hal menghindari terjadinya penurunan penyakit berbahaya yang tidak dapat disembuhkan kepada anak yang akan lahir dan keturunannya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa dalam keadaan seperti itu vasektomi dan tubektomi diperkenankan. Golongan irif mengambil iktibar dari pendapat Imam asy-Syafil yang membolehkan suami istri bercerai karena.’ seorang di antaranya mengidap penyakit kusta yang dinilainya sebagai penyakit yang menurun kepada anak dan keturunan berikutnya. Sementara itu ulama lainnya, di antaranya dari Mazhab Hanbali, menyatakan bahwa dalam hal ini vasektomi dan tubektomi tidak diperkenankan. Mereka menyatakan bahwa sekarang ini penyakit-penyakit seperti itu memang belum ada obat yang dapat menyembuhkannya. Akan tetapi, di masa yang akan datang dengan kemajuan ilmu pengetahuan, penyakit-penyakit sejenis itu mungkin dapat disembuhkan dengan baik atau dipandang tidak lagi membahayakan karena ditemukannya obat dan penawar sakit yang baik. karena itu, mereka menganjurkan agar orang tetapt memilih kontrasepsi yang bersifat sementara.
Post a Comment