Menikah Muda Sebagai Faktor Risiko Ca Cervix, Bentuk Kegagalan Sistem Kapitalistik
Pada suatu kesempatan, pada situs republika.co.id di dalamnya mengutip pernyataan dari ketua Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat, dr. Sugiri Syarief, MPA yang menyarankan agar para pemuda menghindari penikahan di usia muda guna menghindari kemungkinan terjadinya risiko cancer cervix. Sebuah saran yang aneh, karena pernyataan itu sangat terlihat bermotif politik mengingat beliau mengungkapkan pernyataan tersebut di sela sela kegiatan program KB Nasional yang berlangsung di Hotel Horizon Bekasi. Apalagi kalo bukan untuk menyukseskan program KB pemerintah?
Cancer cervix atau yang sering disebut sebagai kanker leher rahim merupakan kanker yang ganas. Cancer cervix disebabkan oleh Human Papiloma Virus (HPV). HPV ditemukan oleh Harald zur Hausen, Profesor German Cancer Research Center di Heidelberg, Jerman. Sebagaimana diberitakan ANTARA dan BBC, Harold zur Hausen berhasil melawan dogma bahwa human papilloma virus (HPV) adalah penyebab kanker leher rahim. Hausen berpandangan, HPV-DNA seharusnya dideteksi dengan pencarian secara spesifik karena merupakan virus yang heterogen. Hanya beberapa tipe HPV yang menyebabkan kanker. Setelah penelitian selama 10 tahun, dia menemukan tipe HPV 16 yang menyebabkan tumor dan setahun kemudian mengklon HPV 16 dan 18 dari pasien yang terkena kanker. HPV tipe 16 dan 18 secara konsisten ditemukan pada sekitar 70 persen biopsi kanker rahim di seluruh dunia.
Saat praktikum Patologi Anatomi, pernah suatu ketika ada juga statemen yang menyatakan bahwa menikah muda merupakan faktor risiko terjadinya cancer cervix. Padahal di dalam slide yang dibawakan oleh dosen Patologi Anatomi dan text book pada referensi slide tersebut tidak tercantum mengenai hal ini. Meskipun demikian, isu ini seperti menjadi opini tersendiri di kalangan mahasiswa yang tersebar dari mulut ke mulut karena memang isu ini tersebar liar di dunia maya. Isu ini memiliki dampak yang cukup membahayakan jika dikonsumsi oleh mahasiswa calon dokter ini. Olehkarenanya, belajar mandiri yang merupakan kurikulum kedokteran Indonesia yang baru, harus memiliki filter yang jelas dan tegas. Hal ini berbeda dengan fakta yang ditemui, karena keterbatasan ilmu, teori tersebut ditelan mentah-mentah oleh para mahasiswa. Tak terlintas pun fikiran untuk menelusuri asal muasal “kenapa menikah muda merupakan faktor risiko cancer cervix?”. Seiring berjalannya waktu, dan dengan banyaknya arus informasi yang mudah di akses, ternyata ada motif politik dibalik teori ini. Teori yang mengampanyekan untuk menunda nikah. Lalu, siapakan pioneer di balik kampanye menunda nikah ini?
Negara-negara Baratlah yang bertanggungjawab atas kampanye ini. Program menunda pernikahan, menjadikan segala macam bentuk perzinaan terjadi di mana-mana. Menikah muda menjadi hal yang tabu. Bahkan melanggar hukum di negara mayoritas muslim ini. Bagi laki-laki yang menikahi perempuan “dibawah umur”, maka bersiap-siaplah untuk bersentuhan dengan pengadilan. Isu “menikah muda merupakan faktor risiko terjadinya cancer cervix” pun digunakan sebagai alat kampanye di bidang kedokteran. Perlu diketahui bersama bahwa di dunia ini penuh dengan konspirasi dari musuh-musuh Islam yang hendak menjadikan manusia jauh dari aturan syariah. Lho? Apa hubungannya antara cancer cervix, HPV dan syariah?
Peradaban Barat yang serba kapitalistik, ternyata gagal membentuk pribadi individu-individu yang berkualitas. Barat menetapkan bahwa seorang perempuan layak menikah di atas usia 20 tahun. Dengan asumsi bahwa di usia 20 tahun seorang perempuan sudah dianggap dewasa, sudah mampu mengoptimalkan perannya untuk bereproduksi, dan terhindar dari risiko cancer cervix. Pendidikan yang berkiblat kepada kurikulum Barat cenderung untuk menunda mendewasakan seorang perempuan. Menjadikan seorang perempuan infantil (cenderung kekanak-kanakan). Menjadikan generasi muslimah yang manja, tidak mandiri, dan kehilangan jati dirinya sebagai seorang muslimah. Padahal sebenarnya seorang perempuan dibawah usia 20 tahun sudah mampu untuk mengemban amanah untuk berumah tangga.
Barat sangat tertinggal jika dibandingkan dengan Islam. Islam menetapkan batas kedewasaan seorang perempuan dari awal menarche (awal haid). Islam membolehkan perempuan untuk menikah meski masih dibawah 20 tahun, karena memang pendidikan Islam telah mendidik umatnya untuk dewasa sesuai dengan fitrahnya. Pendidikan Islam telah mempersiapkan para muslimah untuk siap mengemban beban berumah tangga sesuai usianya. Pendidikan Islam menjadikan pribadi-pribadi muslimah yang mandiri, tidak tergantung kepada orang lain dan siap menanggung beban berumah tangga meski masih di bawah 20 tahun.
Allah yang menciptakan seorang perempuan dan Allah pula yang mengizinkan seorang perempuan untuk menikah di bawah usia 20 tahun. Mungkinkah Allah menjadikan menikah di usia muda sebagai faktor risiko terjadinya cancer cervix? Wallaahu a’lam… [Y-A]
Post a Comment