Pendidikan Profesi Dokter di Republik Indonesia telah memasuki lembaran baru dalam sejarah dengan diberlakukannya program Internsip Dokter Indonesia pada tahun 2010 berdasarkan Permenkes No.299/MENKES/PER/II/2010 dan Peraturan KKI No.1/KKI/PER/I/2010.Program ini adalah hasil dari studi orientasi proyek HWS (Health Worksforce and Service) yang dijalankan oleh Dikti ke 4 negara yaitu Inggris, Belanda, Australia dan Singapura dan hasil dari studi orientasi ini kemudian dijadikan masukan bagi Kolegium Dokter Indonesia.
Program ini merupakan tahap pelatihan keprofesian praregistrasi berbasis kompetensi pelayanan primer guna memahirkan kompetensi yang telah dicapai oleh mahasiswa kedokteran setelah memperoleh kualifikasi sebagai dokter melalui pendidikan kedokteran dasar.
Tujuan umum program ini yakni memberikan kesempatan kepada dokter yang baru lulus pendidikan kedokteran untuk memakhirkan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan ke dalam pelayanan primer dengan pendekatan kedokteran keluarga.
Tujuan khusus internsip ini, tak lain adalah untuk: Mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh selama pendidikan dan menerapkan dalam pelayanan primer; Mengembangkan keterampilan teknis, klinis, pribadi dan profesi yang menjadi dasar praktik kedokteran; Memikul tanggung-jawab pelayanan pasien sesuai kewenangan yang diberikan; Meningkatkan kemampuan dalam pembuatan keputusan profesional media dalam pelayanan pasien dengan memanfaatkan layanan diagnostik dan konsultasi. Selain itu, Bekerja dalam batas kewenangan hukum dan etika; Berperan aktif dalam tim pelayanan kesehatan multi disiplin; Menggali harapan dan jenjang karir lanjutan; serta Memperoleh pengalaman dan mengembangkan strategi dalam menghadapi tuntutan profesi terkait dengan fungsinya sebagai praktisi medis.
Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri telah bersepakat untuk mensukeskan program Internsip ini. Berbagai persiapan telah dilaksanakan mulai dari hulu hingga hilir. Dibagian hulu telah dibentuk Komite Internsip Dokter Indonesia (KIDI) yang mengatur tentang penetapan peserta, menerbitkan STKID, aturan pelaksanaan intern, pembinaan wahana dan pendamping, evaluasi dan perencanaan perbaikan.Adapun di bagian hilir telah dilakukan sosialisasi tentang program Internsip ini kepada mahasiswa kedokteran oleh institusi pendidikan dokter di Indonesia.
Dalam pelaksanaannya para pesertaprogram ini akanditempatkan di beberapa Rumah Sakit dan Puskesmas serta dibimbing oleh para dokter pendamping dalam kurun waktu satu tahun. Peserta akan melaksanakan kegiatan layanan primer, konsultasi dan rujukan, kegiatan ilmiah medis dan non medis dengan target kompetensi yang telah ditentukan. Apabila kompetensi belum dapat dicapai sesuai ketentuan maka dapat diperpanjang sesuai waktu yang dibutuhkan untuk mencapainya.
Adalah Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang Sumatera Barat yang pertama kali menjalankan program Internsip Dokter Indonesia pada bulan Februari 2010.Berbagai opini pun bermunculan dari para peserta program Internsip ini baik positif maupun negatif.Dari segi positif, program internsip: dapat mengembangkan pengalaman klinis peserta dengan variasi ragam kasus yang ditemukan di RSUD ataupun di Puskesmas. Para peserta pun dapat mengikuti perkembangan serta perjalanan dari kasus yang menurut peserta menarik sambil berkonsultasi dengan dokter spesialis yang ada di wahana tersebut; memberikan kemudahan peserta dalam bekerja di wahana internsip dengan adanya pendampingan dalam pelaksanaan oleh dokter umum yang telah ditunjuk; mengenalkan lebih dekat bidang keilmuan tertentu bagi peserta yang memiliki kecenderungan terhadap bidang keilmuan tertentu; melatih peserta untuk lebih bertanggungjawab dan percaya diri dalam menghadapi kasus yang ditanganinya; memberikan wadah untuk para peserta melatih team work dan seni dalam berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya; Dalam bidang ilmiah di program internship, peserta difasilitasi forum diskusi kasus dengan pendamping yang telah ditunjuk oleh pelaksana program; Adanya alokasi dana dari pusat dalam bentuk uang saku internship dirasakan sangat membantu sekaligus hiburan atas sebuah apresiasi kerja interns di tempat.
Namun, ada beberapa hal yang perlu dibenahi terkait program ini yang telah berjalan selama 6 bulan tersebut. Yakni, belum adanya kesepahaman antara peserta dengan wahana internsip dalam status peserta internsip yang telah menyandang gelar dokter; pendistribusian peserta ke daerah tempat wahana internsip yang hendak dituju belum merata sehingga target kompetensi yang hendak dicapai belum optimal; Perhatian dari fakultas kedokteran asal peserta internsip kepada calon peserta internsip masih kurang; belum adanya perlindunganpeserta internsip dengan asuransi keselamatan kerja atau jaminan kesehatan; program ini masih dinilai belum memiliki alur penjadwalan kegiatan yang permanen dan jelas sehingga terjadi masalah terhadap peserta; masih terdapat arogansi pendamping dalam menjalankan tugas pendampingan yang memberikan rasa tidak nyaman terhadap peserta dalam menjalankan tugasnya; peranan panitia pelaksana program internsip dalam sharing dengan peserta internsip masih dirasakan belum optimal.
Permasalahan-permasalahan tersebut baru terjadi dalam satu penyelenggaraan yakni di Provinsi Sumatera Barat. Tahun 2011 nanti program internsip ini aka diselenggarakan di 8 Provinsi yakni DKI Jakarta (FKUI, Banten (FK UIN) , Jawa Barat (FK UP), Jawa Tengah (FK UNSOED & FK UNISSULA), Yogyakarta (FK UGM), Jawa Timur (FK UNAIR), Kalimantan Barat (FK UNTAN), Sulawesi Selatan (FK UNHAS). Tentu hal ini akan menambah jajaran permasalahan yang akan muncul dalam pelaksanaan program internsip ini mengingat potensi, sumber daya, dana, sarana dan prasarana serta persiapan lainnya tiap-tiap daerah bervariasi satu sama lain.
Beberapa waktu yang lalu, 92 dokter internship tahap pertama dari FK Universitas Andalas menjalani program internship di berbagai Rumah Sakit Umum Daerah di Sumatera Barat. Tidak sedikit permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan program internship ketika itu. Mungkin kita pernah mendengar tentang “uang saku” yang diberikan kepada dokter peserta internship.Kebijakan pemberian “uang saku” ini ditujukan untuk menunjang biaya kebutuhan dokter internship selama menjalankan tugasnya. Kalau dulu hanya ada 92 orang peserta internship, tahun depan mungkin akan mencapai ribuan, mengingat akan menyusulnya lulusan dokter PBL dari Fakultas Kedokteran lainnya di Indonesia. Belum lagi masalah pengaliran dana yang sedikit “macet” dan minimnya jumlah “uang saku”, sehingga tidak jarang keluhan dokter internship akan kebijakan ini. Besarnya dana yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan internship juga harus kita kritisi, bagaimana jadinya bila dana sebesar itu dialokasikan untuk mendanai penelitian-penelitian kesehatan ataupun peningkatan fasilitas-fasilitas kesehatan di Indonesia? Yang lebih dipertanyakan lagi, sikap pendamping yang diakui beberapa mahasiswa cukup arogan membuat suasana internship ini bagaikan Co-Ass biasa.Lantas dimana perbedaannya? Dan dimana pula kesalahan dari pelaksanaannya? Selain itu wahana internship pun diragukan kuantitasnya, sekitar 1400 dokter pada tahun ini akan melaksanakan internship, dan pemerintah beserta fakultas kedokteran sudah menjamin adanya wahana untuk internship ini, namun setelah tahun ini, maka akan ada 6000 dokter yang harus disebar diseluruh puskesmas dan rumah sakit kelas B dan C di seluruh Indonesia? Cukupkah? Mengingat data dari IDI yang menyatakan bahwa untuk PTT saja dokter masih mengantri.
Post a Comment