Allah telah anugerahkan ilmu kepada seorang wanita bernama Asy-syifa. Anugerah itu benar-benar membawa kemuliaan baginya. Bahkan Amirul Mukminin Umar ibnul Khathtab pun mengedepankan buah pikirannya.
Nama aslinya Laila. Namun ia lebih dikenal dengan nama Asy-Syifa’ bintu Abdillah bin Abdi Syams bin Khalafbin Syaddad bin Abdullah bin Qarth bin Razah bin Adi bin Ka’b Al-Quraisyiyah Al-Adawiyah rahiallahuanha. Ibunya bernama Fathimah bintu Abi Wahb bin Amr bin A’idz bin Imran bin Makhzum.
Di Makkah dia menyatakan masuk Islam, sebelum masa-masa hijrah. Dia pun berbaiat kepada Rasulullah. Saat Allah izinkan para shahabat untuk berhijrah menyelamatkan agama mereka, Asy-Syifa termasuk wanita yan berhijrah pertama kali.
Dulu Rasulullah biasa singgah di rumahnya dan numpang tidur siang di sana. Untuk tidur beliau, Asy-Syifa biasa menyiapkan tempat tidur dan kain.
Asy-Syifa adalah wanita yang cerdas. Dia ajarkan ilmu yang dimilikinya. Suatu ketika, dia sedang berada di rumah Hafsah bintu Umar, istri Rasulullah. Dalam kesempatan itu, dia berkata kepada Rasulullah. “Wahai Rasulullah, saya dulu biasa biasa mengobati orang sakit pada masa jahiliyah. Saya akan menunjukkan pengobatan itu kepada Anda”. Akhirnya Asy-Syifa pun menunjukkan keahlian dalam mengobati orang sakit tersebut. Diantaranya ada pengobatan untuk penyakit lambung.
Dari asy-Syifa binti Abdullah, dia berkata: “Nabi shalallahu alaihi wassalam datang menemui kami. Ketika itu saya berada di samping Hafsah. Beliau berkata: “Bersediakah kamu mengajari Hafsah cara menjampi luka lambung seperti halnya kamu pernah mengajarinya cara-cara menulis?” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Semasa hidupnya, Asy-Syifa menyampaikan ilmu / hadits yang pernah didapatkannya dari Rasulullah, begitu pula yang pernah diperolehnya dari Umar ibnul Khathtab. Ilmu yang dimilikinya pun diwarisi oleh orang-orang sesudahnya. Di antara meeka ada Sulaiman bin Abi Hatsmah, putranya, dan Utsman bin Sulaiman, cucunya.
Asy-Syifa bintu Abdillah, semoga Allah meridhainya.... Wallahu a’lam bishshowab.
Berapa banyak kita memohon kepada Alloh saat bahaya menimpa Namun tatkala bencana itu hilang kita melupakan-Nya Di lautan kita berdoa kepada-Nya agar kapal kita selamat, Namun ketika sudah kembali kedarat kita durhaka kepada-Nya, Kita menaiki angkasa dengan aman dan santai, Tidak jauh karena yang menjaga adalah Allah, Semua ini adalah kebaikan dan bantuan Yang Maha Pencipta.
Jika bersedih panggilah jiwamu sebagai harapan sebagai janji karena kebaikan bagi jiwa adalah adanya janji, Jadikan harapanmu menjadi perisai atas serangan putus asamu hingga waktu akan menghapus kesedihan itu.
Tutuplah dirimu terhadap orang yang sering duduk bersamamu, karena mereka selalu iri dan mendengki, Tak usah khawatirkan akan terjadi sesuatu, sebab ini akan membuat orang yang hidup mati sebelum kematian itu sendiri.
Kesedihan itu tidak akan abadi, seperti juga kesenangan tidak akan lestari, Kalau saja bukan karena hal yang mempengaruhi jiwa, pasti tak akan ada kehidupan yang lurus bagi orang yang terjaga.
Pernahkah kita merasakan kepenatan atau kelesuan? Ada apa dengan diri kita, sehingga menjadi penat? Boleh jadi kita menjawab, tidak ada kesengajaan. Atau boleh jadi kita bisa menjawab, toh diri kita bukanlah hasil buatan kita, sehingga bisa seenaknya dipenatkan dan dilesukan. Bagi diri yang punya “perasaan”justru semestinya berhati-hati terhadap sesuatu yang bukan buatan atau bukan miliknya. Karena jika sampai rusak, akan diminta pertanggung jawaban yang punya. Jadi jika kita penat atau lesu bisa saja karena kita belum merasa bahwa diri kita bukan milik kita, atau rasa kita telah mati.
Apa yang kita punya pada diri kita, tetapi bukan milik kita. Coba kita amati diri kita sendiri. Ada apanya dalam diri kita? Pernahkah kita berpikir mengapa kita bisa duduk, atau berdiri, atau bisa melakukan sesuatu? Barangkali jawaban kita karena kita punya tenaga. Berapa besar manfaat tenaga yang ada dalam diri kita? Bisakah kita senantiasa mempertahankan tenaga yang ada untuk selama-lamanya?
Jika kita bisa paham bahwa ternyata segala sesuatu yang ada pada diri ternyata tidak bisa diadakan, atau ditiadakan sekehendak kita, maka kita akan paham pula bahwa ada kehendak yang Maha Luar Biasa kuatnya yang mampu berkehendak terhadap segala sesuatu yang ada pada diri kita. Itulah Pencipta, yang mencipta sekaligus memiliki segala sesuatu. Yang tanpa meminta saja, kita telah diberi secara Cuma-Cuma. kita tinggal mendaya manfaatkannya. Maka diri yang mempunyai kehalusan rasa akan senantiasa berhati hati dalam mendaya manfaatkan potensi yang ada, senantiasa berupaya agar pemanfaatan potensi yang ada selaras dengan kehendak yang memberi dan yang memiliki potensi. Dia senantiasa mengupayakan agar potensi yang ada dalam dirinya bermanfaat bagi dirinya serta lingkungannya.
Apa yang telah diberikan ALLAH pada kita, dan yang bisa kita daya manfaatkan? Itulah ruh, rasa, hati, akal dan nafsu. Tapi yang sering terjadi adalah melupakan bahwa jiwanya adalah rajutan ruh, rasa, hati, aqal merupakan sebuah titipan. Sehingga tidak mengikuti aturan Sang Pemilik Sejati, dan ujung ujungnya ketidakseimbangan dan kerusakan di dalamnya. Contoh rusaknya potensi dalam diri manusia adalah; bisakah manusia meraskan rasa kasih sayang Allah yang senantiasa dicurahkan untuk manusia tanpa pamrih apapun?
"....sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur."(QS.2:243).
Pernahkah manusia berpikir, meskipun telah merusak,selalu diberi kesempatan untuk bisa memperbaikinya kembali. Dengan mendayamanfaatkan potensi tidak selaras dengan kehendak yang memiliki, terasalah dalam diri manusia timbul kepenatan, kelelahan, kelesuan, dan permasalahan yang tak kunjung reda. YANG LELAH DAN PENAT DALAM DIRI MANUSIA TIDAK LAIN POTENSI DALAM DIRINYA YAKNI RUH, RASA, HATI, AQAL, DAN NAFSU. Masing-masing berjalan menurut keinginannya, tidak ada keselarasan satu sama lain sebagaimana layaknya rajutan berkesetimbangan. Karena tidak berjalan selaras dan seimbang, pasti masing-masing potensi saling berbenturan yang menimbulkan kerusakan dan goncangan. Jadilah sekarang manusia yang bersangkutan sakit, baik sakit di hati, rasa, aqal dan tak terpuji perilakunya.
Bagaimana memperbaiki kerusakan-kerusakan tersebut? Cara memperbaikinya tidak lain berupaya melaras-luruskan rajutan halus tadi selaras dengan kehendak Pencipta, yakni melalui sholat. ”dan dirikanlah sholat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan dari malam. Sesungguhnya perbuatan yang baik itu menghapuskan perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.”(QS. 11:14).
Kemudian akan timbul pertanyaan lagi, meskipun telah sholat, mengapa kepenatan datang silih berganti? Sholat akan mengobati kegundahan kita, jika yang kita agungkan hanyalah Allah, artinya di dalam hati kita tidak ada ILLah selain ALLAH. Sholat yang bisa menghapus kesalahan apabila segala aktivitas yang dilakukan tidak ada maksud apapun kecuali hanya karena ALLAH. Keterikatan dan ketergantungan hidup hanya pada ALLAH. Sikap demikian diawali dengan bertawadlu’ dan dalam setiap sholatnya senantiasa sadar dan merasa bahwa dirinya hina di hadapan SANG MAHA SUCI, hamba yang tak bisa menampilkan sifat terpuji.
Demikian ajaran islam, yang akan terwujud sangat indah ketika benar benar di tegakkan dalam kehidupan.