Terkadang saat naik kendaraan melintasi jalanan kota mata kita tertuju dan takjub melihat masjid nan indah, kemudian kita bergumam, wah subhahanallah siapa yang membangun masjid nan indah serta megah ini, pasti amalnya sangatlah berlipat ganda, kemudian biasanya kita bertekad suatu saat saya juga mau punya masjid sebesar dan semegah itu buat sangu akherat…
Banyak orang memiliki semangat untuk melakukan amalan besar, apalagi orang-orang islam yang mengerti bahwa syarat untuk masuk surga adalah banyak amal shalih pada hari perhitungan kelak. Sehingga dewasa ini banyak sekali pemilik perusahaan, artis2, pengusaha2 kaya, dan konglomerat saling berlomba-lomba mengerjakan amal shalih, entah itu bershadaqah pada orang miskin, membangun tempat ibadah, mengadakan acara santunan ke panti-panti asuhan dsb…
kadang kita takjub pula kepada para da'i yang muncul di tivi, mereka berceramah tak kenal lelah, kemudian para alim yang beribadah sholat sampai kening mereka hitam berbekas sujud. Bahkan ada yang berpuasa daud, satu hari buka satu hari puasa, Subhahanallah ingin rasanya mencontoh mereka.
Tapi pertanyaannya apakah semua itu bernilai dihadapan Allah??
YANG BESAR BELUM TENTU BESAR
Ketahuilah wahai saudaraku kaum muslimin semoga Allah memberikan hidayah kepadaku dan kepada kalian untuk berpegang teguh kepada Al-Kitab dan As-sunnah-, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla tidak akan menerima suatu amalan apapun dan dari siapapun kecuali setelah terpenuhinya dua syarat yang sangat mendasar dan prinsipil, yaitu :
1. Amalan tersebut harus dilandasi keikhlasan hanya kepada Allah, sehingga pelaku amalan tersebut sama sekali tidak mengharapkan dengan amalannya tersebut kecuali wajah Allah Ta’ala.
Maka jelas merujuk dari firman Allah, “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seoran gpun dalam beribadat kepada Rabb-nya.” (QS. Al Kahfi: 110).
Ada 2 hal penting dari ayat tersebut yang perlu digarisbawahi,
Pertama, “Barangsiapa mengharap perjumpaan denga Rabb-Nya…”. Jelas dan amat menjelaskan bahwa diterimanya amal kita hanya jika kita berniat ikhlas karena mengharap ridho Allah SWT saja. Banyak orang memiliki amalan besar, tidak hanya dalam bidang muamalah seperti membangun masjid, shodaqoh, menyantuni anak yatim tetapi juga ibadah kepada Allah mereka puasa sehari buka sehari puasa, sholat tepat waktu, tetapi semua itu hanya ditunjukkan untuk mengharap wajah manusia, bukan Allah inilah yang berbahaya
“Dan Kami datang kepada amalan yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (QS. Al Furqan: 23)
Jangan sampai ibadah yang kita lakukan dikotori niat-niat buruk hanya karena ingin dipuji dan sebagainya, karena percuma dan tidak akan dihitung sebagai amal oleh Allah SWT.
Kedua, jelas HANYA ORANG ISLAM, yang bisa diterima Amalnya oleh Allah SWT, begitu istimewanya orang islam, hingga seharusnya kita sangat mensyukuri sedari kecil kita sudah memiliki iman dan islam ini, karena ini merupakan karunia yang amatlah besar. Seandainya saja kita bukan muslim dan tidak beriman pada Allah, niscaya tak pernah ada satu kebaikanpun dari kita yang terhitung amal shalih.
Tetapi coba kita perhatikan keadaan orang Islam sekarang. Mereka sama sekali tidak memanfaatkan keislaman mereka, berbuat maksiat, meninggalkan shalat, tidak mau puasa, mengingkari jihad, semua itu dilakukan tanpa sadar bahwa berkah terbesar yaitu iman dan islam yang mereka miliki tidak semua orang memilikinya. Bagaikan anak kecil yang memiliki emas seberat 5 kg tetapi hanya melempar-lemparkan kemudian dia buang ke laut, karena tidak tahu berharganya emas tersebut, sama seperti kebanyakan umat muslim mereka memiliki iman islam tetapi hanya disandang saja tidak dimanfaatkan untuk berbuat kebajikan sama sekali.
“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, dan dia beriman, maka usahanya tidak akan diingkari (disia-siakan), dan sungguh. Kamilah yang mencatat untuknya.”(QS.Al-Anbiya’:94).
Bagi kaum kafir, sekeras apapun dan seikhlas apapun mereka beramal, benar-benar , mengharap wajah tuhan mereka, tetap saja semua amal baik tersebut gugur tidak berarti. Mereka hanya akan mendapati catatan amal mereka tetapi tidak bernilai karena keingkaran mereka terhadap Allah azza wa jala
“Dan orang-orang yang kafir, perbuatan mereka seperti fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga. Tetapi apabila didatangi tidak ada apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah baginya. Lalu Allah memeberikan kepadanya perhitungan (amal-amal) dengan sempurna dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (An-Nuur:39)
2. Pelaksanaan amalan tersebut harus sesuai dengan petunjuk Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam.
Adapun syarat yang kedua agar amalan kita diterima adalah: Mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Artinya: Amalan yang kita kerjakan untuk mendekatkan diri kita kepada Allah, harus sesuai dengan apa yang diterangkan oleh Allah dan oleh Rasul-Nya.
Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: “Pada hari ini telah telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagi kalian.” (QS. Al Maaidah: 3). Agama kita yang mulia ini telah disempurnakan oleh Allah SWT sebelum Rasulullah memejamkan kedua matanya untuk selama-lamanya. Maka agama kita ini sama sekali tidak membutuhkan kepada seseorang untuk menambah sesuatu ke dalamnya, ataupun menguranginya.
Dan sabda Rasulullah SAW: “Hendaklah kalian berpegang teguh dengan sunahku dan sunnah para khalifah ar-rasyidin (yang diberi petunjuk) sesudahku, gigitlah dengan gigi geraham kalian, dan hati-hatilah dari setiap perkara yang baru (dalam agama), karena sesungguhnya perkara yang baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan adalah di neraka.” (HR. At-Tirmidzi ).
Dalam hadits lain Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan, “Barang siapa yang membuat hal-hal yang baru di dalam perkara (agama) ini yang bukan merupakan bagian darinya, maka amalan itu akan tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim ).
Ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut di atas telah menegaskan akan wajibnya mengikuti tuntunan Rasulullah SAW dalam beramal. Barang siapa yang beramal tidak sesuai dengan tuntunan Beliau maka amalannya akan ditolak alias tidak diterima, meskipun amalannya besar, meskipun amalan itu telah membudaya di kalangan kaum muslimin ataupun amalan tersebut kelihatannya menurut kaca mata sebagian orang baik. Kesimpulannya untuk menilai baik tidaknya suatu amalan bukanlah akal manusia, akan tetapi setiap amalan harus di timbang dengan timbangan syariat; Al Quran dan Al Hadits. Apa yang sesuai dengan keduanya kita kerjakan, dan apa yang tidak sesuai kita tinggalkan. Inilah jalan seorang muslim yang sejati.
Di zaman kita ini telah menjamur di kalangan sebagian masyarakat amalan-amalan yang dianggap ibadah, padahal sama sekali tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun para sahabatnya. Apakah mereka lebih paham tentang agama Islam daripada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya? Ataukah mereka telah memiliki tuntunan yang berbeda dengan tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya?
KESIMPULAN
Mari kita berbenah diri dalam beramal kepada Allah SWT, karena tentunya bagi kita surga lebih baik dari pujian manusia dan kehormatan dunia. Tentunya amal shalih yang ikhlas dan mengikuti petunjuk Rasulullah yang dibutuhkan, jangan segan melakukan amalan-amalan ringan, namun justru ikhlas melaksanakannya seperti infaq Rp 500 rupiah asal ikhlas dan istiqamah bisa menjadi amal andalan kita sebagai pembuka pintu surga kelak. Karena bagusnya amalan-amalan yang besar tentunya dimulai dari memperbagus amalan-amalan kecil kita.
Belajar dan berilmulah agar kita tidak tersesat dari amalan-amalan bid’ah yang tidak sesuai petunjuk rasul, salah satunya dengan mengikuti Kajian Selasa Sore setiap jam 16.00 di masjid Sultan Agung, insya Allah mempermudah langkah kita dan memantapkan diri dalam beramal sesuai tuntunan Rasulullah.
Jangan sampai rugi memanfaatkan keislaman kita, kita sudah islam dan beriman, jika nanti kita tidak masuk surga, JANGAN SALAHKAN ORANG LAIN TAPI SALAHKAN DIRI SENDIRI, kenapa tidak mau serius menggapai ridho Allah. Wallahu a’lam bishawab..
Selasa, 12 Juli 2011’
Pengisi: Ustadz Umo
Sumber Lain:
1. Al-Quran dan Al Hadist
2. Makalah Ustadz Abu Abdirrahman Abdullah Zaen
(Mahasiswa S2 Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia) www. muslim.or.id
Post a Comment