Oleh : Dr. Abdullah bin Muhammad bin Sa'ad al-Hujailiy
Al-Liwâ’ dan ar-Râyah secara bahasa keduanya berarti al-‘alam[u] (bendera). Di dalam Al-Qâmûs al-Muhîth, pada pasal rawiya dinyatakan: ..... ar-râyah adalah al-‘alam[u] (bendera), jamaknya râyât....; dan pada pasal lawiya dinyatakan: ..... alliwâ’ adalah al-‘alam[u] (bendera), dan jamaknya alwiyah. Kemudian dari sisi penggunaannya, syariah telah memberikan makna syar‘i untuk masing-masing, sebagai berikut :
Al-Liwa Al-Liwâ’ berwarna putih, tertulis di atasnya Lâ ilâha illâ Allâh Muhammad Rasûlullâh dengan tulisan warna hitam. Al-Liwâ diikatkan di ujung tombak dan dililitkan. Ketentuan asal, al-Liwâ’ dililitkan di ujung tombak dan tidak dikibarkan kecuali untuk suatu keperluan. Misalnya, di atas Darul al-Khilafah.
Ar-Rayah Ar-Râyah berwarna hitam; tertulis di atasnya Lâ ilâha illâ Allâh Muhammad Rasûlullâh dengan warna putih. Ar-Râyah dibiarkan tetap berkibar ditiup angin sebagaimana bendera-bendera pada saat ini. Ar-Râyah itu diletakkan di jawatan-jawatan (instansiinstansi) negara.
Dari Abu Hurairah dan Ibnu Abbas : "Bendera beliau putih dan tertulis ‘Laa ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah" (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Dari Ibnu Abbas: "Panji Rasul berwarna hitam, sedangkan benderanya berwarna putih". (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Thabrani, Hakim, Baihaqi)
Ibnul Qayyim : "Warna bendera disunnahkan berwarna putih. Sedangkan panji dibolehkan berwarna hitam,..." (Kitab Za’adul Ma’ad)
Post a Comment