Runtuhnya khilafah Islamiyah dan dihancurnya karya-karya besar Ulama Islam terdahulu membuat umat Islam kehilangan pijakan dalam mengenali agama mereka sendiri. Ditambah lagi dengan konspirasi internasional untuk menjauhkan generasi muda muslim dari Al-Quran dan sunnah dengan isu-isu terorisme, militansi dan golongan sesat yang mengatasnamakan Islam, semakin membuat generasi muda enggan untuk menjadikan Islam sebagai pedoman hidup mereka. Karena tanpa disadari dengan konspirasi tersebut, dalam diri mereka tertanam keyakinan bahwa Islam sama dengan keterbelakangan, kekerasan dan kemiskinan. Atau lebih kasar lagi disebut sebagai bar-bar.
Oleh karena itu, banyak usaha mulai dikembangkan oleh kalangan intelektual Islam untuk merekontruksi kembali pemahaman dan pengamalan yang benar tentang dienul Islam. Agar generasi muda bisa memahami Islam secara kaffah (menyeluruh). Dan hal ini merupakan tantangan yang besar karena sangat sulit membangun sesuatu tanpa ada blue print yang jelas. Walaupun kita mempunyai Al-Quran dan As Sunnah yang masih otentik, tetapi tanpa adanya pijakan untuk memahami dan mengamalkan syari’at yang sesuai dengan pemahaman yang dahulu ditanamkan rasulullah kepada para sahabatnya, bisa-bisa terjadi penyimpangan dalam memahami dan mengamalkan syari’at tersebut. Tetapi sebesar apapun tantangan itu tetap harus diselesaikan karena kita masih punya Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Berbekal kaidah-kaidah dasar yang ada, muncullah metode-metode untuk menuju pemahaman dan pengamalan yang benar tentang dien ini.
Temen-temen mungkin tahu banyak sekali metode yang dipakai dalam mempelajari agama Islam. Di Indonesia sendiri terdapat bermacam-macam metode yang bisa kita temukan. Mulai yang tertua (pesantren), pengajian-pengajian, pengajaran di kelas secara formal sampai yang sekarang sedang menjamur di beberapa lembaga yaitu mentoring/halaqah. Apapun metode yang dipakai asalkan tidak menyimpang dari pemahaman generasi terdahulu (salaf), bisa kita gunakan. Karena Al-Quran diturunkan di zaman mereka (generai terdahulu-salaf) dan Rasulullah-pun berasal dari kalangan mereka, tentunya mereka lebih paham dan lebih tahu tentang dien ini.
Karena kita sebagai mahasiswa fakultas kedokteran, yang nota bene sangat disibukkan oleh padatnya jadwal kuliah sehari-hari, untuk memelajari dienul Islam, diharapkan metode mentoring/halaqah cocok bagi kita.
Mentoring/halaqah dalam bahasa mudahnya bisa diartikan sebagai program kegiatan pendampingan. Pendampingan di sini dimaksudkan dalam mempelajari dienul Islam. Dengan pembentukan kelompok-kelompok kecil dalam program mentoring/halaqah diharapkan masing-masing anggota bisa mempelajari dan mempraktekkan syari’at Islam lebih intensif dan sesuai dengan rutinitas sebagai mahasiswa kedokteran, karena dalam program ini setiap kelompok mempunyai pementor/murabbi/musrif yang siap membantu dan mendampingi mentor/mad’unya. Selain itu, jalinan ukhuwah antar mad’u dan murabbinya diharapkan mampu menjaga semangat untuk beristiqamah (konsisten) dalam mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan dienul Islam.
Dan perlu diingat bahwa di BAI, mentoring bukan hanya untuk mempelajari dienul Islam tetapi juga kedokteran atau bahkan sampai mengkombinasi keduanya. Dengan menggali ilmu kedokteran dari dienul Islam yang sudah disempurnakan oleh Allah azza wajalla. Sehingga moto "be a Good Moslem, be a Professional Doctor" dapat terwujud.
Mentoring ini bukanlah inti dan akhir dari perjalanan kita dalam mempelajari dienul Islam. Tetapi tahapan awal dan sebagai bekal dalam menggali, memahami, mengamalkan dan mendakwahkan dienul Islam. Banyak sekali ilmu yang terkubur bersama hancurnya karya-karya besar Ulama Islam. Sehingga sudah menjadi kewajiban kita untuk menggali kembali dan membuat blue print agar generasi mendatang bisa lebih baik. Dan Allah mencatat ini sebagai amal baik kita, amien.
(Tulisan telah diperbaharui oleh Divisi Jurnalistik)
Post a Comment